Jakarta - Penjualan eceran di Indonesia pada Januari 2025 menunjukkan indikasi pertumbuhan tahunan yang positif, meskipun terjadi kontraksi apabila dilihat dari bulan ke bulan. Berdasarkan hasil survei terbaru Bank Indonesia (BI), Indeks Penjualan Riil (IPR) pada bulan tersebut diperkirakan mencapai 211,3, mengalami pertumbuhan 0,4 persen secara tahunan (year on year/yoy), Jumat, 14 Februari 2025.
Kinerja penjualan eceran terutama didorong oleh peningkatan signifikan pada Kelompok Barang Budaya dan Rekreasi serta Peralatan Informasi dan Komunikasi. Di sisi lain, meskipun masih mencatat pertumbuhan, sektor Suku Cadang dan Aksesori, Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami perlambatan dibandingkan bulan Desember 2024.
"Secara bulanan, penjualan eceran pada Januari 2025 diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 4,8 persen month to month (mtm), setelah sebelumnya mengalami pertumbuhan 5,9 persen mtm pada Desember 2024," ujar Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, dalam pernyataannya yang dirilis pada Jumat, 14 Februari 2025.
Dinamika Penjualan dan Faktor Pendorong
Pada Desember 2024, IPR mencatat angka 222,0 atau mengalami peningkatan sebesar 1,8 persen yoy, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 0,9 persen yoy yang tercatat pada November 2024. Pertumbuhan di bulan Desember terutama dipengaruhi oleh peningkatan permintaan di Kelompok Suku Cadang dan Aksesori, serta Barang Budaya dan Rekreasi, seiring dengan momen perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Secara bulanan, kinerja penjualan eceran pada Desember 2024 meningkat 5,9 persen mtm, membalikkan tren kontraksi 0,4 persen mtm yang tercatat pada bulan sebelumnya. Seluruh kelompok komoditas menunjukkan pertumbuhan positif, dengan pertumbuhan tertinggi pada Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi, diikuti oleh Suku Cadang dan Aksesori, serta Barang Budaya dan Rekreasi. Peningkatan tersebut didorong oleh lonjakan permintaan selama HBKN Nataru.
Proyeksi Inflasi dan Tantangan ke Depan
Dari sisi harga, tekanan inflasi di Indonesia diperkirakan akan meningkat dalam tiga hingga enam bulan mendatang. Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) untuk Maret dan Juni 2025 masing-masing berada di angka 179,0 dan 152,3, lebih tinggi dibandingkan 160,2 dan 151,1 pada periode sebelumnya. Peningkatan IEH bulan Maret terutama disebabkan oleh kenaikan harga yang terkait dengan bulan Ramadan dan HBKN Idulfitri, sementara peningkatan IEH bulan Juni dipengaruhi HBKN Iduladha dan dimulainya tahun ajaran baru.
Menurut Ramdan, "Peningkatan ekspektasi inflasi ini harus diantisipasi dengan baik, terutama dalam rangka menjaga daya beli masyarakat."
Melihat kondisi ekonomi saat ini, para ahli mengingatkan agar pelaku usaha dan konsumen tetap waspada terhadap perubahan harga di pasar. Menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat diperlukan untuk menjaga kestabilan ekonomi dan mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan.
Sebagai strategi menghadapi tekanan inflasi, pelaku usaha disarankan untuk terus berinovasi dan mencari efisiensi dalam rantai pasokan mereka. Sementara konsumen, perlu bijak dalam mengelola anggaran belanja agar tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa merasa terbebani oleh kenaikan harga yang mungkin terjadi.
Secara keseluruhan, performa penjualan eceran di Indonesia saat ini memberikan gambaran mengenai dinamika ekonomi domestik yang masih menghadapi tantangan. Dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan mampu mempertahankan momentum pertumbuhan, sekaligus menangkal dampak dari tekanan inflasi ke depan. Dukungan dari seluruh pihak menjadi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di tahun 2025 ini.