Jakarta - Dalam era digital yang menawarkan berbagai kemudahan, masyarakat kerap tergiur dengan janji investasi menjanjikan profit tinggi dalam waktu singkat. Namun, di balik kemudahan dan keuntungan instan ini, tersimpan ancaman nyata bernama skema ponzi, modus penipuan berbahaya yang telah memakan banyak korban dengan menjanjikan keuntungan palsu tanpa investasi nyata, Kamis, 13 Februari 2025.
OJK Tingkatkan Peringatan Terhadap Investasi Ilegal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengeluarkan peringatan kepada masyarakat tentang bahaya investasi ilegal yang berpotensi penipuan. Meski demikian, masih banyak orang yang tergoda oleh janji keuntungan besar tanpa menyadari jebakan di balik tawaran manis tersebut. Sepanjang tahun 2024, OJK telah menghentikan sebanyak 3.240 entitas keuangan ilegal, menunjukkan betapa seriusnya ancaman ini.
"Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka sedang memasuki perangkap yang bisa menguras isi rekening mereka hingga habis," ujar Deputi Komisioner OJK, Dwi Prakoso, pada konferensi pers Selasa lalu.
Data Mengejutkan: Ribuan Entitas Ilegal Dihentikan
Berdasarkan data OJK, dari Januari hingga 31 Desember 2024, ditemukan sebanyak 2.930 entitas pinjaman online ilegal dan 310 penawaran investasi ilegal. Entitas-entitas ini tersebar di berbagai situs web dan aplikasi, beroperasi tanpa izin resmi, membuat masyarakat rentan terhadap penipuan.
"Masyarakat perlu lebih waspada dan cerdas dalam memilih investasi, memastikan bahwa mereka berinvestasi pada entitas yang terdaftar dan diawasi oleh OJK," tambah Dwi Prakoso.
Mengenali Ciri-ciri Skema Ponzi
Agar tidak terperangkap dalam skema ponzi atau investasi ilegal, penting untuk mengenali ciri-ciri berikut:
1. Janji Keuntungan Tinggi dalam Waktu Singkat
Tawaran investasi dengan janji profit tinggi dan risiko minim patut dicurigai. Skema ponzi umumnya menjanjikan keuntungan tetap, misalnya 20% per bulan, tanpa penjelasan jelas tentang bagaimana uang tersebut diinvestasikan.
2. Keuntungan Dibayar dari Uang Investor Baru
Dalam skema ponzi, keuntungan yang diberikan kepada investor lama sebenarnya berasal dari uang yang disetorkan oleh investor baru, bukan dari hasil bisnis atau investasi nyata. Ini membuat skema tersebut tetap berjalan selama ada aliran dana baru yang masuk.
3. Tiada Produk atau Bisnis Nyata
Perusahaan atau individu yang menjalankan skema ponzi seringkali tidak memiliki produk nyata atau model bisnis yang jelas. Mereka hanya mengandalkan perekrutan anggota baru untuk mempertahankan aliran dana.
4. Sistem Refferal atau Rekrutmen Anggota Baru
Sebagian besar investasi ilegal berbasis ponzi mengandalkan skema perekrutan anggota baru. Semakin banyak orang yang bergabung, semakin lama skema ini bisa bertahan. Namun, begitu jumlah investor baru menurun, sistemnya akan runtuh.
5. Penundaan Pencairan hingga Tidak Bisa Melakukan Penarikan
Awalnya, pencairan dana mungkin mudah untuk menarik lebih banyak investor. Namun, seiring waktu, pelaku mulai menunda-nunda pencairan, memberikan berbagai alasan teknis, hingga akhirnya dana tidak bisa ditarik sama sekali.
Apa yang Harus Dilakukan?
Masyarakat disarankan untuk selalu melakukan pengecekan melalui situs resmi OJK sebelum memutuskan berinvestasi. Transparansi dan izin operasional menjadi kunci utama agar terhindar dari investasi palsu.
"Jangan mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan besar. Edukasi dan kesadaran menjadi benteng utama kita dalam mencegah penipuan ini," kata Dwi Prakoso.
Dengan meningkatnya kasus investasi ilegal, masyarakat diharapkan semakin bijak dan kritis dalam setiap tawaran investasi yang ada. Berinvestasilah dengan bijak, pastikan legalitas dan keamanan investasi tersebut sebelum membuat keputusan keuangan yang besar. Edukasi dan kesadaran diri menjadi kunci utama dalam melindungi aset dan masa depan keuangan kita.