Jakarta - Pada tanggal 10 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengambil alih tanggung jawab pengaturan dan pengawasan terhadap aset kripto di Indonesia, menandai perubahan besar dalam lanskap regulasi aset digital negara ini. Sebelumnya, pengawasan aset kripto berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Langkah ini merupakan implementasi dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (PPSK) dan didukung oleh Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2024, Rabu, 12 Februari 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, menjelaskan bahwa perubahan ini tidak hanya fokus pada aspek keamanan dan kehati-hatian di dalam ekosistem aset kripto. Namun, juga bertujuan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan ekosistem aset keuangan digital secara berkelanjutan. "Pendekatan ini diharapkan mampu menghadirkan manfaat lebih nyata kepada konsumen dan pelaku usaha serta dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional melalui penciptaan inovasi dan adopsi teknologi keuangan yang lebih luas," jelas Hasan dalam Seminar Harnessing Crypto Assets for Financial Market Growth and Economic Resilience yang diselenggarakan pada Selasa 11 Februari 2025.
Transformasi Paradigma Aset Kripto
Perubahan kebijakan ini mencerminkan transformasi paradigma dalam menangani aset kripto di Indonesia. Sebelumnya dianggap sebagai komoditas, aset kripto kini diklasifikasikan sebagai bagian dari aset keuangan digital. Hasan menjelaskan, "Aset kripto tidak lagi sekadar diperjualbelikan untuk meraih keuntungan dari selisih harga, tetapi berkembang menjadi instrumen keuangan yang memiliki potensi pemanfaatan dan pengembangan lebih luas ke depan."
Sejalan dengan perubahan ini, keberadaan aset kripto diharapkan menjadi katalis bagi inovasi teknologi dan model bisnis baru dalam sektor keuangan. Ini juga memungkinkan akses keuangan yang lebih luas dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. OJK bertekad untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat pengembangan aset digital di kawasan, dengan memperkuat regulasi dan infrastruktur yang diperlukan.
Tren Global dan Adopsi Aset Kripto
Di tingkat global, regulasi aset kripto semakin diperjelas. Uni Eropa, misalnya, telah menetapkan regulasi Market in Crypto Assets (MiCA) yang siap diimplementasikan sepenuhnya pada Desember 2024. Di Amerika Serikat, Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) telah menyetujui instrumen Exchange-Traded Fund (ETF) berbasis Bitcoin Spot pada Januari 2024, dan rencananya akan memperluas regulasi pada Januari 2025 dengan menyetujui ETF berbasis kombinasi aset kripto seperti Bitcoin dan Ethereum.
"Perubahan lanskap ini mendorong partisipasi aktif dari berbagai hedge fund dan manajer aset global. Laporan dari PwC 2024 menunjukkan bahwa 47 persen hedge fund tradisional telah memiliki eksposur pada aset digital, meningkat signifikan dari 29 persen di tahun sebelumnya," tambah Hasan. Kapitalisasi pasar aset kripto global bahkan meningkat 45,7 persen mencapai USD 3,4 triliun, yang menggambarkan meningkatnya minat dari investor ritel dan institusi terhadap aset kripto sebagai kelas aset baru.
Adopsi Kripto di Indonesia
Di dalam negeri, Indonesia menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam adopsi aset kripto. Menurut laporan Chainalysis 2024, Indonesia berada di peringkat ketiga dalam Global Crypto Adoption Index, hanya di bawah India dan Nigeria. "Kehadiran aset digital, termasuk kripto, berpotensi memperkuat pertumbuhan pasar keuangan Indonesia melalui peningkatan opsi diversifikasi investasi serta mendorong inovasi produk keuangan yang memberikan nilai tambah bagi konsumen dan ekosistem keuangan secara keseluruhan," jelas Hasan. Jika dikelola dengan hati-hati, ekspansi kelas aset baru ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pasar keuangan, mendukung pendalaman dan likuiditas pasar, serta memperluas akses terhadap layanan investasi yang lebih inklusif.
Tokenisasi dan Masa Depan Aset Digital
Selain itu, Hasan menyoroti pentingnya tokenisasi sebagai pendorong utama inovasi di industri aset digital pada 2025. Tokenisasi memungkinkan fragmentasi kepemilikan atau fractional ownership, sehingga aset bernilai tinggi yang sebelumnya hanya dapat diakses segelintir investor kini lebih inklusif dan dapat dijangkau oleh lebih banyak pihak. Dengan regulasi yang semakin jelas serta dukungan dari berbagai pihak, OJK optimistis ekosistem aset kripto dan keuangan digital di Indonesia dapat berkembang secara sehat dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan.
Langkah OJK ini bukan hanya sekadar perubahan regulasi tetapi juga upaya untuk mempersiapkan infrastruktur dan ekosistem yang lebih matang bagi masa depan keuangan digital di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dapat berdiri sejajar dengan negara-negara lain yang telah lebih dahulu mengadopsi dan mengembangkan teknologi serta regulasi aset kripto.