IHSG Terpuruk

IHSG Terpuruk, Sentimen Negatif dari Dalam Negeri dan Dampak Perang Dagang Menghantam Pasar Modal Indonesia

IHSG Terpuruk, Sentimen Negatif dari Dalam Negeri dan Dampak Perang Dagang Menghantam Pasar Modal Indonesia
IHSG Terpuruk, Sentimen Negatif dari Dalam Negeri dan Dampak Perang Dagang Menghantam Pasar Modal Indonesia

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penurunan signifikan dalam sesi perdagangan kedua pada Kamis, 6 Februari 2025, di tengah gelombang dampak sentimen negatif baik dari dalam maupun luar negeri. Per pukul 13:38 WIB, IHSG merosot 2,01 persen dan berada di level 6.882,83, menjadikannya level terendah sejak Juni 2024. Ini menunjukkan penurunan yang mengkhawatirkan bagi pasar modal Indonesia yang memicu perhatian dan keprihatinan dari para investor.

Nilai transaksi harian IHSG dalam sesi perdagangan ini tercatat mencapai sekitar Rp 6,9 triliun dengan volume transaksi sebesar 10,6 miliar lembar saham yang telah ditransaksikan melalui 876.071 kali transaksi. Dalam perdagangan tersebut, 413 saham mengalami penurunan, 158 saham naik, sementara 215 saham tidak berubah atau stagnan. Penurunan lebih dari 2 persen ini kembali membawa IHSG ke angka psikologis 6.800, di tengah derasnya arus keluar dana investor asing dari pasar modal Indonesia, Kamis, 6 Februari 2025.

Aksi jual bersih oleh investor asing pada perdagangan sehari sebelumnya mencapai Rp 512 miliar, menambah total dana asing yang keluar sejak awal tahun menjadi Rp 4,91 triliun. Penurunan ini disertai dengan pengumuman dari China tentang penerapan tarif baru terhadap beberapa produk dari Amerika Serikat, yang telah menambah tekanan pada pasar finansial internasional.

China berencana memberlakukan tarif sebesar 15 persen untuk impor batu bara dan gas alam cair (LNG) asal AS, sebagai balasan atas kebijakan tarif yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump terhadap impor barang dari China. Tarif baru ini akan berlaku mulai 10 Februari 2025, menurut Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China.

"Tarif tambahan sebesar 15 persen akan dikenakan pada batu bara dan gas alam cair asal Amerika Serikat," demikian pernyataan resmi dari badan tersebut yang dikutip melalui AFP. Kementerian Keuangan China juga menambahkan bahwa kebijakan mereka adalah respons terhadap "kenaikan tarif sepihak" dari AS, yang dianggap melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan mengganggu kerja sama ekonomi normal antara kedua negara.

Situasi ini diperburuk dengan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terpantau lebih rendah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2024 tercatat hanya tumbuh sebesar 5,02 persen year on year (yoy), sementara pertumbuhan ekonomi setahun penuh 2024 hanya mencapai angka 5,03 persen. Angka ini jauh di bawah target pemerintah yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 5,2 persen.

Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa konsumsi rumah tangga dan investasi tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi masing-masing 53,71 persen dan 30,12 persen ke Produk Domestik Bruto (PDB). “Jika dilihat dari sumber pertumbuhan kuartal IV-2024, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama di sisi pengeluaran, yaitu sebesar 2,62%,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis, 6 Februari 2025.

Dampak dari ketidakpastian politik karena adanya pemilihan presiden dan kepala daerah sepanjang tahun 2024 juga turut mempengaruhi pergerakan ekonomi. Walaupun harapan besar ditempatkan pada momen tersebut untuk dapat mendongkrak konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasi. Pertumbuhan ekonomi tahunan pada 2022 dan 2023 masih lebih tinggi, mencapai masing-masing 5,31 persen dan 5,05 persen.

Kondisi pasar yang saat ini tertekan menggarisbawahi kebutuhan akan langkah-langkah kebijakan yang lebih proaktif dan terkoordinasi untuk mengelola dampak dari ketidakpastian global dan dalam negeri. Para pemangku kebijakan perlu memastikan bahwa langkah-langkah mitigasi diambil untuk menahan dampak dari sentimen negatif ini sehingga dapat mengembalikan kepercayaan investor di pasar modal Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index