Pasar Modal

Pasar Modal Asia Butuh Katalis Dorong Penawaran Saham Perdana

Pasar Modal Asia Butuh Katalis Dorong Penawaran Saham Perdana
Pasar Modal Asia Butuh Katalis Dorong Penawaran Saham Perdana

Jakarta - Pasar modal Asia menghadapi tantangan signifikan dalam meningkatkan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) dari perusahaan-perusahaan mapan. Menurut analis, diperlukan katalis baru untuk mendorong aktivitas ini, di tengah tantangan global yang kompleks. Pendiri dan Senior Managing Partner Granite Asia, Jenny Lee, memiliki pandangan yang menarik tentang bagaimana pasar Asia dapat mengatasi hambatan ini, Kamis, 6 Februari 2025.

Kondisi IPO di Asia: Tantangan dan Peluang

Aktivitas IPO di Asia mengalami penurunan tajam pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Data dari EY menunjukkan penurunan transaksi sebesar 35 persen dan penurunan hasil penjualan sebesar 51 persen secara tahunan atau year-on-year (YoY). Meski demikian, ada beberapa pasar yang tetap menunjukkan aktivitas yang menjanjikan, seperti India dengan 327 pencatatan, diikuti oleh Jepang dengan 84 pencatatan dan Korea Selatan dengan 75 pencatatan.

Menurut Jenny Lee, solusi untuk meningkatkan jumlah IPO di Asia tidak hanya sebatas produk atau informasi, tetapi juga memerlukan penerbit dan manajer yang berkualitas. Ia menggambarkan bahwa memiliki "Taylor Swift dalam penawaran saham perdana di Asia" akan membantu mempercepat dinamika pasar IPO dengan menarik perusahaan terkemuka untuk berpartisipasi.

Lee optimis tentang peluang perusahaan swasta pada tahun 2025, dengan potensial peningkatan yang didorong oleh fundamental perusahaan yang kuat. "Suku bunga yang tinggi pada 2024 membuat jendela IPO relatif tertutup di pasar yang matang seperti Amerika Serikat (AS), China, dan Hong Kong, kecuali Jepang dan India," ujarnya. Banyaknya pemilihan umum pada tahun 2024 juga turut menambah ketidakpastian dalam perekonomian.

Sektor Teknologi Kesehatan dan Perawatan: Kesempatan Pertumbuhan

Chief Executive Officer (CEO) sekaligus pendiri Gaia Investment Partners, Sereta Tan, menyoroti bahwa sektor teknologi kesehatan dan perawatan masih memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi di Asia. Dengan proyeksi mencapai USD 2,3 triliun untuk layanan kesehatan pada tahun 2026, sektor ini diprediksi tumbuh signifikan karena perubahan demografi, di mana satu dari empat orang di kawasan Asia Pasifik akan berusia 60 tahun pada 2025, menurut data Asian Development Bank.

Tan menyebut bahwa dana sekitar USD 30 miliar dalam ekuitas swasta di Asia diharapkan dapat dihimpun pada 2025, dengan perusahaan seperti Blackstone, KKR, dan EQT menjadi yang terdepan. Sebagian besar modal ini direncanakan akan diarahkan ke pasar India dan Jepang, meski tetap memperhatikan potensi dari China serta peluang yang datang dari dislokasi global.

Investasi di Modal Ventura: Stabilitas dan Pertumbuhan

Tan berpendapat bahwa meski pasar publik relatif fluktuatif, aset di private market seperti ekuitas swasta dan modal ventura menawarkan stabilitas pengembalian jangka panjang. "Investor harus mampu berinvestasi melalui siklus pertumbuhan perusahaan dari swasta menjadi publik. Eksposur di private markets penting bagi mereka yang ingin mengalami pertumbuhan," kata Tan.

Jenis investasi ini dinilai dapat memberikan pengembalian internal stabil antara 10 hingga 20 persen, bergantung pada strategi, geografi, dan industri. Peluang signifikan berada pada perusahaan kecil dan menengah yang bergerak di sektor bernilai tinggi seperti daur ulang limbah dan produksi bahan kemasan.

Dengan ada sekitar 140.000 perusahaan swasta di Asia yang menghasilkan pendapatan tahunan di atas USD 100 juta, dibandingkan hanya 19.000 perusahaan publik, ekuitas swasta di Asia menjadi daya tarik utama bagi investor. Pelaku pasar diharapkan dapat melihat peluang di sektor-sektor yang sedang berkembang ini untuk meraih imbal hasil optimal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index