Penggusuran

Penggusuran Perumahan di Bekasi: Konflik Hak Milik di Tengah Jeratan Hukum

Penggusuran Perumahan di Bekasi: Konflik Hak Milik di Tengah Jeratan Hukum
Penggusuran Perumahan di Bekasi: Konflik Hak Milik di Tengah Jeratan Hukum

Jakarta - Pada akhir pekan lalu, jagat media sosial diramaikan oleh kabar penggusuran perumahan di daerah Bekasi, yang dilakukan oleh juru sita pengadilan. Kejadian ini memicu kebingungan di kalangan masyarakat, terutama bagi warga yang mengklaim telah memegang Sertifikat Hak Milik (SHM). Insiden tersebut menyita perhatian publik dan menimbulkan tanda tanya besar mengenai sengketa lahan yang terjadi di Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.

Pada Selasa, 4 Februari 2025, melakukan kunjungan langsung ke lokasi guna mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai kondisi di lapangan. Perumahan yang terletak di pinggir jalan yang padat ini dijaga ketat oleh satpam yang tidak memperkenankan tim media untuk berkeliling lebih jauh, kecuali di bagian depan dan samping dari kompleks perumahan tersebut.

Secara fisik, rumah-rumah di area tersebut tampak masih utuh, meski sejumlah unit sudah dalam keadaan kosong dan tidak berpenghuni. Beberapa rumah juga terlihat masih dalam tahap pembangunan. Selain itu, terdapat lahan kosong yang kini dipenuhi semak belukar, yang juga termasuk dalam sengketa lahan tersebut. Di bagian depan kompleks berdiri 8 unit ruko yang belum beroperasi akibat sengketa ini. Namun, satu ruko tetap buka karena pemiliknya memilih melakukan mediasi dengan pihak penggugat, Hj. Mimi Jamilah, Rabu, 5 Februari 2025.

Menurut Ririn, Ketua RT 8, terdapat 27 bidang tanah yang diduga menjadi objek sengketa, terdiri dari 19 unit rumah dan 8 unit ruko. Adapun beberapa rumah di lahan sengketa ini belum semuanya selesai dibangun. Sementara itu, di samping lahan sengketa terdapat sekitar 30 unit 'rumah lama' yang dinyatakan aman dari perselisihan hukum ini.

"Banyak yang belum jadi rumahnya. Yang (rumah) lama 30-an rumah," kata Ririn saat ditemui di lokasi.

Ririn juga menjelaskan bahwa warga yang menjadi korban penggusuran telah mulai mengosongkan properti mereka sejak Kamis, 30 Januari 2025, saat eksekusi dijalankan. Meski warga sempat melakukan perlawanan dengan bertahan di properti mereka dan memblokir gerbang, upaya tersebut harus berakhir ketika juru sita dari Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II menginstruksikan mereka untuk segera mengosongkan rumah. Selanjutnya, pasokan listrik dan air di area tersebut diputus, membuat area ruko tampak gelap pada malam hari.

"Makanya udah nggak ada yang dagang. Udah pada pindah. Kalau malam gelap itu, listriknya udah dipadamin," ujar Yani, seorang pedagang lokal yang berjualan di dekat perumahan tersebut kepada detikProperti.

Secara total, lahan yang bersengketa mencapai 3.100 meter persegi, termasuk Cluster Setia Mekar Residence 2 dan 8 unit ruko di depannya. Nilai jual rumah-rumah di lokasi tersebut berkisar antara Rp 600-700 juta, sementara ruko bernilai sekitar Rp 1,2-1,5 miliar per unit.

Kini, di depan perumahan telah terpasang plang kepemilikan nama Hj. Mimi Jamilah. "Tanah ini milik Hj. Mimi Jamilah seluas 36.030 m2 berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Incracht Van Gewisje): Putusan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS," demikian tertulis pada plang yang dipasang pada hari penggusuran.

Kejadian ini menunjukkan betapa rumitnya sengketa lahan yang kerap terjadi di perkotaan seperti Bekasi, sekaligus menyoroti pentingnya validitas dokumen kepemilikan tanah serta proses hukum yang adil. Sementara itu, warga yang terdampak, meski mengalami kerugian signifikan, harus menghadapi kenyataan pahit untuk mencari solusi agar dapat menempati kembali rumah mereka atau mencari hunian baru.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index