JAKARTA - Fakta menarik muncul dari dua PLTB paling ikonik di Indonesia, yakni PLTB Jeneponto dan PLTB Sidrap.
Meski total kapasitas Sidrap lebih besar, turbin di Jeneponto berdiri lebih tinggi dan lebih kuat per unit. Perbandingan ini menegaskan keunggulan berbeda antara kedua proyek. PLTB Sidrap menancapkan rekor sebagai pembangkit angin komersial pertama dan terbesar di Indonesia serta Asia Tenggara saat beroperasi.
Di sisi lain, Jeneponto menghadirkan turbin raksasa dengan desain modern, menjulang hingga ±135 meter, sehingga tiap unit menghasilkan daya lebih tinggi dibanding Sidrap.
Kondisi ini menegaskan dua pendekatan: Sidrap unggul dalam kapasitas total, sementara Jeneponto menonjol dalam teknologi turbin individual. Kedua PLTB menjadi ikon energi bersih yang menyoroti potensi energi angin Indonesia.
Sidrap Unggul Total Kapasitas
PLTB Sidrap di Kabupaten Sidenreng Rappang mengoperasikan 75 turbin, masing-masing berkapasitas 2,5 MW. Produksi listrik fase pertama mencapai 75 MW, menjadikannya tulang punggung listrik ramah lingkungan di Sulawesi Selatan.
Skala dan distribusi Sidrap memperkuat posisi Indonesia di peta energi terbarukan Asia Tenggara. Jumlah turbin yang banyak memungkinkan Sidrap mendukung stabilitas pasokan energi lokal dan regional.
Kapasitas total besar ini menjadi alasan utama Sidrap menjadi ikon energi bersih terbesar di kawasan. Dengan kapasitasnya, Sidrap memastikan transisi energi lebih efektif dan berkelanjutan.
Keunggulan kapasitas Sidrap juga menarik minat investor dan pemangku kepentingan energi. Infrastruktur ini menunjukkan bahwa pembangunan energi terbarukan bisa dilakukan dalam skala besar tanpa mengorbankan keandalan pasokan.
Jeneponto Menang Tinggi dan Kekuatan Individu
Berbeda dengan Sidrap, Jeneponto memiliki jumlah turbin lebih sedikit dan kapasitas agregat lebih rendah. Namun, tiap turbin dirancang lebih tangguh: rotor lebih besar, menara lebih tinggi, dan daya tiap unit lebih maksimal. Proyek ini menjadi contoh teknologi generasi baru dalam lanskap energi angin Indonesia.
Tinggi turbin Jeneponto memengaruhi kecepatan angin yang dapat ditangkap, sehingga pola angin lebih stabil. Hal ini membuat masing-masing turbin lebih efisien dibandingkan unit di Sidrap. Meski kalah total kapasitas, Jeneponto unggul secara teknis per unit.
Para pakar energi menekankan bahwa Sidrap dan Jeneponto saling melengkapi: Sidrap juara kapasitas, Jeneponto juara teknologi turbin. Keduanya menghadirkan solusi berbeda namun sama penting dalam memperkuat jaringan energi nasional.
Dampak bagi Energi Nasional
Kehadiran kedua PLTB memperluas bauran energi terbarukan Indonesia. Sidrap dan Jeneponto menurunkan ketergantungan pada energi fosil dan menjadi contoh transisi energi di kawasan timur Indonesia.
Kedua proyek mengukuhkan posisi Indonesia sebagai negara yang serius dalam energi bersih. Sidrap tetap memegang predikat terbesar, sementara Jeneponto menjadi rumah bagi turbin tertinggi dan terkuat secara individu di Indonesia.
Kombinasi keduanya menunjukkan bahwa kapasitas dan teknologi bisa berjalan beriringan. Keberadaan mereka juga memperkuat fondasi energi hijau untuk pembangunan berkelanjutan.
Investasi dan dukungan terhadap energi terbarukan semakin menarik berkat kedua PLTB ini. Sidrap dan Jeneponto menjadi simbol optimisme bagi pengembangan energi angin dan energi bersih di seluruh Indonesia.