Tekstil

Langkah Baru Pemerintah Menekan Impor Ilegal Tekstil Secara Efektif

Langkah Baru Pemerintah Menekan Impor Ilegal Tekstil Secara Efektif
Langkah Baru Pemerintah Menekan Impor Ilegal Tekstil Secara Efektif

JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyambut baik pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait pemberantasan impor ilegal.

Purbaya menegaskan pemerintah akan menindak praktik penyelundupan di pelabuhan yang merugikan industri lokal. Langkah ini dinilai memberi harapan baru bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.

Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawata, menyatakan upaya tersebut sudah didorong lebih dari tiga tahun. Produsen dalam negeri nyaris putus asa karena agenda pemberantasan kerap kandas, bahkan diduga melibatkan oknum pejabat.

Pernyataan Menkeu dianggap sebagai titik terang bagi industri yang selama ini dirugikan. Catatan International Trade Centre menyebut sekitar US$ 1,5 hingga 2 miliar impor TPT dari China tak tercatat di Bea Cukai setiap tahun, setara dengan 28.000 kontainer.

Hal ini memperkuat urgensi penertiban agar produsen lokal bisa bersaing. APSyFI berharap pemerintah bisa menyeimbangkan kuota impor agar industri tidak tertekan.

Tantangan Kuota Impor Tinggi

Tantangan berikutnya adalah kuota impor yang dianggap masih terlalu tinggi bagi produsen lokal. APSyFI tengah berkomunikasi intens dengan Kementerian Perindustrian untuk menyesuaikan perhitungan kuota. Tujuannya agar kapasitas produksi nasional tetap optimal tanpa mematikan industri dalam negeri.

Kuota impor yang besar menyebabkan banyak perusahaan tutup dan merumahkan karyawan. Praktik ini juga memunculkan dugaan keterlibatan jaringan internal di lembaga terkait. Redma menekankan perlunya koordinasi lintas kementerian agar kebijakan lebih efektif dan adil bagi produsen lokal.

Pemerintah diharapkan menegakkan regulasi secara konsisten. Dengan pengawasan yang ketat, industri TPT nasional memiliki peluang berkembang lebih baik. Sidang teknis dan evaluasi kuota menjadi kunci agar praktik ilegal bisa diminimalkan.

Skeptisisme dari Organisasi Independen

Di sisi lain, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menyatakan skeptisisme terhadap langkah pemerintah. Direktur Eksekutif Agus Riyanto menilai kuota impor kemungkinan tidak akan diturunkan karena dugaan praktik mafia impor.

Ia menekankan pentingnya penegakan hukum dan pengawasan internal agar kebijakan berjalan efektif. Agus menyebut oknum pejabat sering berdalih bahwa produsen lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar.

Padahal, realitanya banyak perusahaan menutup operasi akibat kuota impor tinggi. Ia mendesak aparat penegak hukum dan Presiden untuk melanjutkan agenda bersih-bersih birokrasi di sektor ini.

KAHMI menekankan bahwa tanpa langkah tegas, upaya pemberantasan impor ilegal akan sulit tercapai. Transparansi dan audit rutin menjadi salah satu langkah pencegahan praktik tidak sehat. Hal ini dinilai penting untuk mengembalikan kepercayaan produsen lokal.

Dukungan Organisasi Tekstil dan Konveksi

Selain APSyFI, organisasi lain seperti IKA Tekstil dan IPKB juga menyuarakan keresahan serupa. IPKB meminta kuota impor pakaian jadi dibatasi maksimal 50.000 ton per tahun. Permintaan ini sejalan dengan kapasitas produksi garmen nasional yang sudah mencapai 2,8 juta ton.

Langkah koordinasi antara pemerintah dan asosiasi diharapkan bisa menyeimbangkan kebutuhan pasar dengan perlindungan industri lokal. Kebijakan yang tepat akan mendorong pertumbuhan industri TPT nasional secara berkelanjutan. Penerapan regulasi yang adil sekaligus efektif menjadi kunci kesuksesan.

Dukungan penuh dari berbagai asosiasi menunjukkan keseriusan industri dalam menjaga keberlangsungan produksi. Langkah ini juga membuka peluang investasi lebih besar dan menumbuhkan optimisme di kalangan produsen.

Penertiban impor ilegal diharapkan menjadi momentum bagi industri tekstil nasional untuk bangkit lebih kuat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index