JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menggagas target ambisius dalam sektor hilirisasi energi dan sumber daya mineral, dengan harapan mampu mewujudkan investasi sebesar 618 miliar dolar AS atau setara dengan 10.079,58 triliun rupiah hingga tahun 2040. Target ini menjadi penanda komitmen Indonesia dalam mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimilikinya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang dalam beberapa tahun terakhir terus berusaha direalisasikan melalui berbagai kebijakan strategis.
“Investasi sebesar 618 miliar dolar AS merupakan sebuah harapan yang kami upayakan untuk terwujud,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Yuliot Tanjung, ketika menghadiri Rapat Kerja dengan Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia di Kompleks Senayan, Jakarta. Menurutnya, sektor hilirisasi ini tidak hanya sekadar menghasilkan angka-angka investasi, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk memberikan kontribusi signifikan pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia senilai 235,9 miliar dolar AS atau sekitar 3.847,53 triliun rupiah.
Lebih lanjut, Yuliot mengungkapkan bahwa sektor hilirisasi ini diharapkan dapat memberikan dorongan kuat pada angka ekspor nasional, dengan proyeksi kontribusi sebesar 857,9 miliar dolar AS atau sekitar 13.992,35 triliun rupiah. “Sekitar 80 persen dari total hilirisasi ini berasal dari sektor mineral dan batu bara, sementara sekitar 10 persen lainnya berasal dari minyak dan gas bumi,” ungkapnya lebih lanjut.
Tidak hanya terfokus pada sektor-sektor tersebut, menurut Yuliot, kontribusi lain juga diharapkan datang dari berbagai sektor lain seperti perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan. “Kami berharap, seluruh program hilirisasi ini akan meningkatkan nilai tambah dalam negeri secara signifikan,” tegasnya. Hilirisasi tidak hanya mengenai pengerahan modal tetapi juga tentang penciptaan ekosistem yang mendorong peningkatan nilai produk yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, juga menegaskan pentingnya hilirisasi komoditas mineral dan batu bara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai angka delapan persen per tahun. Dalam pemaparannya tentang Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis, Bahlil menyatakan bahwa pemerintah memiliki proyeksi untuk mendorong total investasi mencapai 618 miliar dolar AS yang akan menyentuh hingga 28 komoditas untuk dihilirisasi. “Sekitar 91 persen dari total investasi tersebut terkonsentrasi di sektor energi dan sumber daya mineral, khususnya untuk komoditas minerba serta minyak dan gas bumi (migas),” tambahnya.
Indonesia memang dikenal sebagai negara dengan cadangan komoditas mineral dan batu bara yang melimpah. Indonesia menduduki peringkat pertama dunia dalam hal cadangan nikel, menguasai sekitar 42 persen dari total cadangan global. Kemudian, untuk bauksit, Indonesia berada di peringkat keempat dunia dengan penguasaan cadangan sebesar 9,8 persen. Sementara itu, untuk tembaga, Indonesia berada di posisi kesembilan dunia menguasai 2 persen cadangan global, sedangkan untuk emas, negara ini berada di posisi keempat dengan cadangan sebesar 5,8 persen. Tidak ketinggalan, Indonesia juga menjadi negara dengan cadangan timah terbesar di dunia dengan penguasaan 34,47 persen dari total cadangan global, serta batu bara yang menempatkan Indonesia di posisi keenam dunia dengan cadangan sebesar 3 persen.
Di sisi lain, upaya besar dalam mendukung rencana hilirisasi ini juga ditandai dengan peluncuran Danantara. Presiden Prabowo Subianto dalam sambutannya menyatakan bahwa Danantara sebagai dana kekayaan negara atau sovereign wealth fund Indonesia akan mengelola aset negara dengan valuasi lebih dari 900 miliar dolar AS atau sekitar 14.680 triliun rupiah. “Gelombang awal dari investasi ini akan mencapai angka 20 miliar dolar AS, dan akan diprioritaskan untuk 20 proyek strategis,” jelas Prabowo.
Beberapa proyek strategis yang akan didukung oleh dana besar ini mencakup hilirisasi berbagai komoditas seperti nikel, bauksit, dan tembaga, serta proyek strategis lainnya seperti pembangunan pusat data, pengembangan kecerdasan buatan, pembangunan kilang minyak, pabrik petrokimia, produksi pangan dan protein, pengembangan akuakultur, serta pengembangan energi terbarukan. Prabowo berharap bahwa dengan Danantara, kolaborasi strategis antara BUMN, sektor swasta, hingga UMKM dapat terjalin dalam proyek-proyek infrastruktur, pengembangan energi terbarukan, dan peningkatan sektor pendidikan.
“Danantara dapat menjadi harapan besar untuk mempercepat terwujudnya berbagai proyek yang terkait dengan transisi energi,” ungkap Bhima Yudistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios). Menurutnya, konsolidasi sumber daya strategis nasional dan optimalisasi pengelolaan aset BUMN melalui Danantara akan menjadi katalisator penting bagi industrialisasi berbasis nilai tambah di Indonesia.
Bhima juga menekankan bahwa melalui Danantara, kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dapat diolah dengan lebih bijak untuk memberikan manfaat maksimal bagi kesejahteraan rakyat. "Tidak lagi berbicara soal ekspor mentah, tetapi kita bicara soal memprosesnya hingga memberikan nilai tambah yang sangat tinggi untuk negeri kita sendiri," tambah Bhima. Hilirisasi diharapkan tidak hanya mampu merealisasikan nilai ekonomi tetapi juga menjadi salah satu solusi utama dalam menghadapi tantangan global pada sektor ekonomi dan energi di masa yang akan datang.