Jakarta – Keberlangsungan pembayaran dana pensiun ribuan mantan karyawan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih diliputi ketidakpastian. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengonfirmasi bahwa belum ada keputusan final mengenai Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya, menyusul pembubaran perusahaan asuransi tersebut.
Dalam pertemuan di Acara Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025, Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, mengatakan bahwa pihaknya menunggu proses selanjutnya. "Nah itu belum, kita kan menunggu dari proses selanjutnya," ujar Ogi, Rabu, 12 Februari 2025.
OJK baru memberikan izin pemindahan portofolio Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Jiwasraya kepada IFG Life. Namun, untuk DPPK belum ada perizinan lanjutan. Ogi menekankan, idealnya DPPK akan dibubarkan jika pendirinya bubar, tetapi ada kemungkinan untuk penyelamatan portofolio. "Portofolionya bisa macam-macam. Bisa dipindahkan ke dana pensiun yang lain, ke DPLK yang lain. Sejauh ini, kewajiban dari kepada peserta itu dapat dipenuhi sehingga tidak banyak keributan," jelasnya.
Kondisi ini semakin menyulitkan bagi para pensiunan PT Jiwasraya. Ketua Perkumpulan Pensiunan Pusat, De Yong Adrian, menyatakan total Dana Pensiun Pemberi Kerja Jiwasraya kepada mantan karyawan mencapai Rp 371,8 miliar. Hingga akhir 2024, sisa dana pensiun yang harus dibayar mencapai Rp 239,7 miliar. "Sampai saat ini belum juga ada kejelasan kapan pemberi kerja dalam hal ini adalah Direksi Jiwasraya akan melunasi kewajibannya 100% kepada dana pensiun Jiwasraya yang menjadi hak para pensiunan Jiwasraya melalui dana pensiun pemberi kerja," keluh De Yong Adrian di hadapan Komisi VI DPR RI, Senin, 3 Februari 2025.
Kekhawatiran mencuat bahwa dalam proses likuidasi Jiwasraya, hak-hak pensiunan mungkin tidak sepenuhnya terpenuhi. Saat ini, jumlah penerima dana pensiun mencapai 7.000 orang.
Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi, menegaskan bahwa pembubaran Jiwasraya akan terjadi tahun ini dan nasib pemegang polis serta pensiunan tergantung hasil likuidasi. "Di tahun ini juga (pembubaran), kalau kita memastikan untuk bayar 100% itu tergantung dari pemberesan aset tersebut," jelas Lutfi dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI DPR RI, Kamis, 6 Februari 2025.
Dalam paparannya, Lutfi menyebutkan bahwa aset Jiwasraya belum mampu untuk memenuhi pembayaran polis dan pensiunan secara penuh. Dari laporan yang disampaikan, aset atau kekayaan DPPK Jiwasraya hanya mencapai Rp 654,5 miliar dengan aset neto likuid sebesar Rp 149,1 miliar.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil audit BPKP, terdapat sisa kewajiban pendiri sebesar Rp 354 miliar dengan potensi fraud mencapai Rp 257 miliar. Realitas ini menggarisbawahi tantangan besar terkait penyelesaian masalah finansial Jiwasraya dan potensi dampaknya terhadap ribuan pensiunan.
Kondisi ini menambah kekhawatiran di pasar asuransi dan dana pensiun di Indonesia, menciptakan tantangan bagi OJK dalam mengawasi dan memastikan hak peserta dana pensiun terpenuhi di tengah situasi likuidasi yang kompleks. Mantan karyawan Jiwasraya dan pemegang polis berharap ada solusi yang dapat menjamin hak mereka terpenuhi secepatnya di tengah turbulence industri asuransi nasional.
Pemerintah melalui berbagai lembaga terkait dan pihak manajemen Jiwasraya sendiri diharapkan dapat menemukan jalan keluar demi kepentingan para pensiunan yang sangat bergantung pada dana pensiun ini untuk menopang kehidupan mereka setelah pensiun. Transparency dan akuntabilitas diharapkan bisa menjadi kunci dalam menyelesaikan permasalahan ini demi keberlangsungan industri asuransi dan keuangan Indonesia.