Jakarta - Industri layanan Buy Now Pay Later (BNPL), atau yang dikenal dengan istilah paylater, kini semakin menunjukkan pertumbuhan signifikan, baik dari sisi perbankan maupun perusahaan pembiayaan. Data terbaru menunjukkan bahwa pasar pembiayaan digital ini telah menjadi lahan subur yang digarap oleh berbagai pemain industri keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai regulator sektor keuangan, menyebutkan bahwa kehadiran perbankan dalam layanan BNPL tidak serta-merta mengganggu ruang gerak perusahaan pembiayaan.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, menegaskan bahwa setiap sektor dalam industri keuangan, khususnya yang terkait layanan BNPL, sebenarnya memiliki segmen pasar tersendiri. "Dalam sektor keuangan, terutama untuk produk BNPL, ada segmennya masing-masing. Potensi pasar BNPL masih sangat luas untuk digarap," ungkap Agusman dalam konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) di Jakarta Selatan, Selasa, 11 Februari 2025.
Agusman juga menyoroti pentingnya asas kehati-hatian atau prudent dalam menyalurkan pembiayaan, mengingat potensi pasar yang masih sangat besar. Dengan terus berkembangnya minat masyarakat terhadap produk digital, terutama BNPL, perusahaan pembiayaan dan perbankan diharapkan dapat saling melengkapi dan tidak saling bersaing secara destruktif.
Data OJK menunjukkan bahwa penyaluran pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan mencapai angka Rp 6,82 triliun pada Desember 2024. Angka ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 37,6% secara tahunan (Year on Year/YoY). Sektor perdagangan digital, terutama e-commerce, menjadi kontributor utama bagi pertumbuhan ini. Agusman menyatakan bahwa sektor e-commerce masih akan menjadi penggerak utama dalam pertumbuhan pembiayaan BNPL ke depan, mengingat pola belanja masyarakat yang semakin beralih ke platform digital.
Di sisi lain, Agusman juga mencatat adanya peningkatan Non Performing Financing (NPF) gross untuk BNPL perusahaan pembiayaan. Per Desember 2024, angka NPF tercatat sebesar 2,99%, sedikit meningkat dibandingkan posisi November 2024 yang berada pada 2,92%. Meski demikian, angka ini masih dalam koridor yang dianggap aman oleh OJK.
Sementara itu, layanan BNPL oleh perbankan menunjukkan performa yang lebih agresif. Per Desember 2024, pembiayaan BNPL perbankan tercatat sebesar Rp 22,12 triliun, meningkat 43,76% secara YoY. Pertumbuhan ini menunjukkan besarnya komitmen perbankan dalam mengakomodasi kebutuhan konsumen akan layanan pembiayaan fleksibel di era digital.
Agusman menekankan bahwa meskipun terdapat perbedaan angka antara pembiayaan oleh perbankan dan perusahaan pembiayaan, kedua sektor ini tetap bisa berjalan beriringan. "Kedua sektor ini sebenarnya melayani kebutuhan yang berbeda dari masyarakat. Perbankan, dengan jaringan dan infrastruktur yang lebih besar, dapat mengakomodasi segmen pasar yang mungkin belum bisa dijangkau oleh perusahaan pembiayaan," jelas Agusman.
Dengan begitu, baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan memiliki peluang besar dalam memperluas cakupan layanan BNPL. Kolaborasi antar lini keuangan dan inovasi produk digital adalah kunci untuk menyentuh segmen pasar yang lebih luas dan beragam.
Ke depan, OJK berharap bahwa inovasi dan pertumbuhan dalam sektor BNPL tidak hanya sebatas mengejar profit semata, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi kesehatan sektor keuangan dan kesejahteraan konsumen. "Kami mengimbau agar pelaku industri tetap memegang asas prudent, untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan sehat," tutup Agusman.
Dengan pertumbuhan yang pesat dan pasar yang masih terbuka lebar, layanan BNPL di Indonesia tampaknya akan terus mengalami dinamika yang menarik. Para pelaku industri dihadapkan pada tantangan untuk terus berinovasi dan berkolaborasi dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang inklusif dan berdaya saing.