Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil tindakan tegas di industri fintech peer-to-peer (P2P) lending dengan mencabut izin usaha empat penyelenggara selama tahun 2024. Langkah ini dilakukan sejalan dengan upaya OJK dalam meningkatkan perlindungan konsumen serta memperkuat industri fintech lending yang semakin berkembang di Indonesia.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menjelaskan bahwa pencabutan izin tersebut merupakan bagian dari komitmen OJK untuk menjaga integritas dan keberlanjutan sektor fintech. “Kami mengambil tindakan ini demi meningkatkan perlindungan bagi para konsumen dan mengukuhkan industri fintech lending di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu, 5 Februari 2025.
Penyebab Pencabutan Izin
Dari keempat penyelenggara yang izinnya dicabut, dua di antaranya mendapatkan sanksi administratif, sementara dua lainnya mengajukan permohonan pengembalian izin. PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) dan PT Investree Radika Jaya (Investree) merupakan dua perusahaan yang izinnya dicabut karena sanksi administratif. TaniFund didapati melanggar ketentuan ekuitas minimum serta gagal melaksanakan rekomendasi pengawasan yang diberikan oleh OJK.
Izin usaha TaniFund resmi dicabut melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.06/2024 tertanggal 3 Mei 2024. Sementara itu, Investree dikenai sanksi serupa berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 pada 21 Oktober 2024. Investree dihukum karena melanggar beberapa ketentuan, termasuk ekuitas minimum, yang berujung pada penurunan kinerja perusahaan dan mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat.
Permohonan Pengembalian Izin
Adapun PT Akur Dana Abadi (Jembatan Emas) dan PT Semangat Gotong Royong (Dhanapala) memperoleh pencabutan izin setelah mengajukan permohonan pengembalian izin usaha. Jembatan Emas merasakan kesulitan dalam memenuhi ketentuan permodalan yang ditetapkan, termasuk ekuitas minimum dan jumlah direksi. Pencabutan resmi dilakukan melalui Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-33/D.06/2024 tanggal 3 Juli 2024.
Sementara Dhanapala, yang izinnya dicabut melalui Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-35/D.06/2024 tanggal 5 Juli 2024, menyebut strategi sentralisasi kegiatan usaha sebagai alasan pengembalian izin. Kelompok pemegang saham Dhanapala memutuskan untuk memusatkan usaha fintech lending pada satu entitas guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional.
Penguatan Regulasi dan Perlindungan Konsumen
Selain pencabutan izin empat penyelenggara tersebut, OJK telah mengeluarkan 661 sanksi kepada fintech lending sepanjang 2024. Tindakan tersebut sejalan dengan mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mendasari peluncuran peta jalan pengembangan dan penguatan layanan fintech lending.
“Peluncuran roadmap ini merupakan bukti nyata komitmen OJK untuk menciptakan industri pinjaman daring yang sehat dan berintegritas, serta berorientasi pada inklusi keuangan dan perlindungan konsumen. Kami berharap langkah ini dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional,” tambah Ismail.
Sebagai bagian dari tindak lanjut amanat UU P2SK, OJK merilis Peraturan OJK Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Regulasi ini sebagai penyempurnaan dari POJK Nomor 10/POJK.05/2022, dengan fokus pada pelindungan maksimal kepada pemberi dana (lender) dan pengaturan penyelenggaraan layanan fintech lending yang lebih transparan.
Inisiatif dan Regulasi Tambahan
OJK tidak berhenti di situ. Langkah strategis lainnya mencakup penerbitan beberapa POJK terkait tata kelola yang baik, pengembangan kualitas sumber daya manusia, dan manajemen risiko. Ismail mengungkapkan bahwa OJK juga sedang menyusun Rancangan Surat Edaran perubahan SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI. “Kami berfokus pada penguatan pemahaman mengenai risiko pendanaan dan analisis risiko, sebagai bagian dari upaya mitigasi risiko dan perlindungan lender,” jelasnya.
Dengan serangkaian tindakan ini, OJK berharap bisa mewujudkan industri fintech lending yang lebih sehat dan berkelanjutan, serta menjamin perlindungan bagi konsumen dan pelaku usaha keuangan.